SEMUA MANUSIA ITU ADALAH KHALIFAH
WAHYU RIZKY PARMANDA
Mahasiswa Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam Sem. III
UIN SUMATERA UTARA
Mahasiswa Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam Sem. III
UIN SUMATERA UTARA
Abstrak: Pada dasarnya seorang khalifah bertugas
untuk memberitahukan ajaran Islam ke semua makhluk lainnya. Dapat kita bayangkan kalau semua
manusia memahami eksistensi dirinya, semua manusia dapat saling mengingatkan
ajaran Islam ke yang lainnya, karena kita sebagian golongan umat yang senang
untuk di ingatkan. Permasalahan yang menghambat setiap manusia dalam memahami
eksistensi dirinya terletak pada kemauan dalam merubah pola pikir yang
seharusnya bisa menjadi tidak bisa. Pada kesempatan kali ini penulis ingin
membahas sedikit permasalahan yang menjadi dasar pola pikir setiap manusia
untuk mau menyampaikan pesan menuju jalan kebaikan dikalangan kaum masyarakat
sosial.
Membangun kehidupan dakwah dalam suatu masyarakat hal yang tidak
mudah kalau hanya dilakukan sendiri atau hanya seseorang yang ingin
membangunnya. Tujuan dalam tulisan ini untuk membangun pikiran dalam setiap
manusia terkhusus para pemuda-pemudi muslim yang harus mengemban sebuah
kegiatan berupa dakwah. Pemuda muslim yang bangga kepada Islam harus
menyampaikan keistimewaan agama Allah, paling tidak kepada para pemuda Muslim
yang belum atau bahkan tidak bangga dengan Islam dan keislamannya.
Pendahuluan
A.
Latar Belakang Masalah
Sudah tidak
dapat disangkal lagi, bahwa pedoman dasar dakwah Islamiyah, yaitu Al-Quran dan
Hadis. Dalam kehidupan kita sebagai manusia yang diciptakan Allah SWT dengan
sebaik-baiknya daripada mahkluk lainnya, tapi belum sempurnalah manusia itu
jika belum hidup rukun berdampingan menghormati satu sama lain dan saling
menasehat-nasehati dalam kebaikan.
Allah SWT
menciptakan manusia di muka bumi ini agar setiap manusia dapat menjadi khalifah.
Bahwa manusia diciptakan untuk menjadi penguasa yang mengatur apa-apa yang ada
di bumi, seperti tumbuhannya, hewannya, hutannya, airnya, sungainya, gunungnya,
lautannya dan segogyanya manusia harus mampu memanfaatkan segala apa yang ada
di bumi untuk kemaslahatannya. Jika manusia telah mampu menjalankan itu semua
maka sunatullah yang menjadikan manusia sebagai khalifah di bumi ini
benar-benar dijalankan dengan baik oleh manusia nya, terutama manusia yang
beriman kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW.
Dakwah
menjadi utama karena dakwah adakah muhimmatur rasul atau tugas utama
para rasul. Semua rasul mempunyai tugas yang sama, diwajibkan berdakwah
bagaimanapun metodenya.[1] Aktivitas dakwah pada
awalnya hanyalah merupakan tugas sederhana berupa kewajiban untuk menyampaikan
apa yang diterima dari Rasulullah SAW. Hal ini berkenaan bahwa berdakwah harus
dan boleh dilakukan oleh siapa saja yang mempunyai rasa keterpanggilan untuk
menyebarkan kebaikan mengandung nilai-nilai islam. Oleh karena itu aktivitas
dakwah bermula dari kesadaran diri sendiri dahulu, apa yang dilakukan oleh
orang lain menjadi bahan dakwah seseorang karena esensi dari makna dakwah itu
sendiri, aktivitas yang dipahami sebagai upaya untuk memberikan dorongan atau
motivasi secara islam terhadap berbagai masalah dalam kehidupan di dunia ini.
B.
Permasalahan
Setiap manusia membutuhkan kehidupan yang baik saat dimana dia
berada dalam lingkungan keluarga ataupun lingkungan masyarakat. Dalam
eksistensinya manusia yang seharusnya berfikir akan selalu mementingkan
kehidupan pribadi. Karena pada dasarnya setiap manusia ingin mendapatkan
kehidupan yang baik untuk dirinya namun belum memikirkan kehidupan untuk
oranglain ataupun masyarakat. Ketidakmauan manusia dalam menjadikan dirinya sebagai
seorang khalifah yang baik dimana kepemimpinannya itu sesuai ajaran Islam
banyak memiliki alasan yang tidak begitu relevan dengan kenyataan hidupnya.
Contoh kecil jika diajak ke mesjid untuk
sholat berjamaah, pasti dengan mudah keluar dari mulut kita alasan banyak kerjaan
ini dan itu. Diajak berdakwah, pasti diantaranya beralasan masih belum baik
maka tak mungkin mengajak orang untuk berbuat baik, nanti dibenci Allah. Alasan
ini terlalu didramatisasi sebenarnya, tetapi hal seperti ini memang nyata
adanya. Setiap manusia diproyeksikan sebagai khalifah di muka bumi dan sebagai
pendakwah. Kalau masih enggan berdakwah, jangan salahkan siapa-siapa ketika
kelak anak kita atau penerus generasi selanjutnya menjadi generasi yang nakal
dan durhaka. Itu adalah hasil ulah kita
sebagai manusia yang tidak memenuhi bumi ini dengan manusia-manusia penyebar
kebenaran.
C.
Tujuan Penulisan
Pada kesempatan kali ini penulis memiliki harapan bagi yang
membaca, bukan merasa sudah sempurna. Tapi kita sama-sama manusia tempatnya salah
dan lupa bernaung. Penulis berharap agar artikel ini berguna sehingga membuat pola pikir setiap manusia
akan melakukan perubahan revolusi mental, menjadikan dirinya sebagai pemimpin
yang berguna bagi setiap makhluk lainnya sesuai ajaran syariat Islam.
Pembahasan
A.
Defenisi Khalifah
Menurut
Ensiklopedia Islam, kata khalifah berasal dari kata Bahasa arab,
khalifah yang artinya wakil pengganti atau duta. Dalam konsep islam,
manusia adalah khalifah, yakni sebagai wakil, pengganti atau duta tuhan di muka
bumi. Dengan kedudukannya sebagai khalifah allah swt di muka bumi, manusia akan
dimintai tanggung jawab di hadapan-Nya tentang bagaimana ia melaksanakan tugas
suci kekhalifahan itu.[2] Pada
tataran empirik sejarah Islam, kata khalifah juga mengandung makna pengganti
Nabi Muhammmad SAW dalam fungsinya sebgai kepala Negara, yaitu pengganti Nabi
SAW dalam jabatan kepala pemerintahan dalam islam, baik untuk urusan agama
maupun urusan dunia.
Secara terminologis
kekhalifahan manusia ini mempunyai implikasi prinsipil
yang luas. Disebabkan oleh kedudukannya sebagai “duta” Tuhan di bumi, maka manusia
akan dimintai tanggung jawab di hadapan-Nya tentang bagaimana ia mmelaksanakan tugas suci kekhalifahan itu.[3] Setiap
anusia diharapkan untuk senantiasa memperhatikan amal
perbuatannya sendiri sedemikian rupa, sehingga dapat dipertanggung jawabkan di
hadapan Pengadilan Ilahi kelak. Pertanggung jawaban manusia kelak di akhirat
merupakan konsekuensi dari amanah yang dipikul sebagai khalifah.
B.
Kedudukan Khalifah
Kata dasar yang terdiri dari tiga
huruf ف - ل-
خ
ini dalam berbagai bentuk dan aneka ragam maknanya terulang
penggunaannya dalam Alquran sebanyak 127 kali[4]
dengan 12 kata jadian.
Pembahasan
tentang khalifah dalam Al-Quran merupakan pembahasan
tentang salah satu kedudukan manusia di muka
bumi. Kedudukan yang dimaksud di sini adalah
konsep yang menunjukkan hubungan manusia dengan Allah SWT dan dengan lingkunannya.
Ayat yang relevan dengan masalah tersebut adalah:
Q.S Fatir (35) : 39
öNèdãøÿä.
tûïÍÏÿ»s3ø9$#
߉ƒÌ“tƒ
Ÿwur (
¼çnãøÿä.
Ïmø‹n=yèsù
txÿx.
`yJsù 4
ÇÚö‘F{$#
’Îû y#Í´¯»n=yz
ö/ä3n=yèe“Ï%©!$#
uqèd
ÇÌÒÈ #Y‘$|¡yzžwÎ)
óOèdãøÿä.
tûïÍÏÿ»s3ø9$#
߉ƒÌ“tƒ
Ÿwur (
$\Fø)tB
žwÎ) öNÍkhÍ5u‘
y‰ZÏã
Artinya: Dia-lah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di muka
bumi. Barangsiapa yang kafir, Maka (akibat) kekafirannya menimpa dirinya sendiri
dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah
kemurkaan pada sisi Tuhannya dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak
lain hanyalah akan menambah kerugian mereka belaka.[5]
Kedudukan manusia sebagai khalīfah
dapat dipahami dari klausa pertama Q.S. Fāṭir (35): 39 di atas yaitu ÇÚö‘F{$# ’Îû y#Í´¯»n=yz ö/ä3n=yèe“Ï%©!$# uqèd (Dialah yang menjadikan kamu sebagai khalīfah-khalīfah
di bumi). Di dalam
ayat ini Allah SWT secara terang menjelaskan bahwa Dialah yang
menganugerahkan kedudukan manusia sebagai khalīfah. Dengan demikian tergambar adanya hubungan
antara manusia dengan Tuhan. Selanjutnya ayat tersebut mengingatkan bahwa siapa yang
kafir atau ingkar, khususnya mengingkari Tuhan yang telah menjadikannya sebagai khalīfah,
maka orang itu sendiri yang akan menanggung akibat pengingkarannya,
berupa kemurkaan Tuhan atau kerugian bagi dirinya sendiri.
Saat ini masyarakat sudah terlena
dengan gaya hidup yang bukan berasal dari budaya sendiri. Masyarakat dilenakan
dengan gaya hidup Barat yang sering digembar-gemborkan media massa. Masyarakat
seakan tidak menyadari bahwa ini akan membahayakan hidup mereka. Hedonisme,
sekulerisme, liberalisme, feminisme, konsumerisme, serta isme-isme lain yang
muncul dari Barat seakan tidak terbendung arusnya masuk ke negara kita
Indonesia.
Tidak sedikit manusia terkhusus
pemuda-pemudi ataupun mahasiswa, yang menyadari hal ini. Mereka berpikir cepat
untuk menghentikan arus gaya hidup Barat. Banyak solusi yang mereka tawarkan.
Segala rekayasa sosial mereka ciptakan untuk meredam gaya hidup Barat. Tidak
terkecuali para mahasiswa Muslim, yang menawarkan Islam sebagai solusi. Karena
pada hakekatnya, pemuda-pemudi yang tumbuh dalam beribadah akan mendapat
naungan dari Allah di hari kiamat, dekatkanlah diri kita pada Allah, salah
satunya dengan berdakwah. Posisi para pemuda-pemudi sangat mendungkung bagi
perubahan karena dalam ini terletak pada posisi netral. Tidak terlepas pada
tingkatan pelajar seperti siswa, masyarakat kita masih memandang siswa. Apalagi
mahasiswa sebagai seorang terpelajar dan cerdas harus lebih bisa memimpin diri
sendiri terlebih dahulu. Menjadikan dirinya sebagai seseorang yang selalu
berjihad di jalan Allah dalam segala aspek kehidupan terutama di aspek
kehidupan masyarakat sosial.
C.
Unsur-Unsur Kekhalifahan
Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami bahwa kekhalīfah- an
dapat terjadi karena ada tiga unsur yang saling berhubungan, yaitu pertama
adalah manusia sebagai khalīfah. Khalīfah adalah seorang hamba Allah yang
mendapatkan mandat sebagai pelaksana, pengatur, penentu kebijakan dan
menetapkan hukum-hukum sesuai dengan kehendak Allah SWT dan aspirasi
orang-orang yang membaiatnya sebagai khalīfah. Kedua adalah al-ard (bumi). Bumi atau wilayah tertentu adalah tempat
atau sarana dalam
melaksanakan ke-khalīfah-an. Bumi merupakan tempat berbagai potensi yang dibutuhkan
oleh manusia untuk mendapatkan kesejahteraan. Oleh karena itu, khalīfah berkewajiban
mengelolah atau memakmurkan bumi dan semua isinya atau sumber-sumbernya untuk
kesejahteraan rakyat. Dengan demikian, seorang khalīfah harus memiliki ilmu pengetahuan
untuk mengelolah objek kekuasaan itu. Ketiga adalah
hubungan antara pemilik kekuasaan dengan wilayah, dan hubungannya dengan
pemberi kekuasaan Allah SWT sebagai mustakhlif. Mustakhlif, selain Allah SWT,
adalah manusia yang turut serta dalam mengangkat khalīfah. Menunjukkan
adanya pihak selain Allah yang terlibat dalam pengangkatan khalifah tersebut
yaitu rakyat atau masyarakat. Dari sinilah dapat dipahami adanya demokrasi
dalam Al-Quran.
Penugasan
manusia di bumi tidak serta merta hanya sekedar mengisi ruang di bumi setelah
kepunahan makhluk sebelumnya. Jelas bahwa ada tugas pokok yang menjadi wajib
dilaksanakan oleh manusia, mulai dari tanggung jawab penghambaannya, hingga
tangggung jawab eksistensialnya terhadap alam dan lingkungan sosialnya. Muara dari semua prinsip ke-khalifahan manusia ialah
reformasi bumi[6].
Untuk pengertian “reformasi” itu Al-Quran menggunakan kata-kata “ishlâh” yang
berakar sama dengan kata-kata “shâlih” (saleh) dan “mashlahah” (maslahat). Semuanya
mengacu kepada makna baik, kebaikan dan perbaikan. Paham tentang reformasi bumi
(ishlâh al-ardl) dapat disimpulkan dari firman yang terjemahnya seperti
berikut: Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah di”reformasi”, dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa cemas dan
harapan. Sesungguhnya rahmat Allah
amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik (Qs Al‟araff: 56)[7] Ungkapan “janganlah membuat kerusakan di bumi sesudah
direformasi” mengandung makna ganda:
Pertama:
larangan merusak bumi setelah reformasi atau perbaikan (ishlah) bumi itu
terjadi oleh Tuhan sendiri, saat Ia menciptakannya.Makna ini menunjukkan
tugasmanusia untuk memelihara bumi, karena bumi itu sudah merupakan tempat yang
baik bagi hidup manu-sia. Jadi, tugas
reformasi berkaitan dengan usaha pelestarian lingkung-an hidup yang alami dan
sehat.
Kedua:
larangan membuat kerusakan di bumi setelah terjadi reformasi atau perbaikan
oleh sesama manusia. Hal ini bersangkutan dengan tugas reformasi aktif manusia
untuk berusaha menciptakan sesuatu yang baru, yang baik (saleh) dan membawa
kebaikan (maslahat) untuk manusia. Tugas kedua ini, lebih daripada tugas
pertama, me-merlukan pengertian yang tepat tentang hukum-hukum Allah yang
menguasai alam ciptaan-Nya, dite-ruskan dengan kegiatan bertindak sesuai dengan
hukum-hukum itu melalui “ilmu cara” atau teknologi.[8]
D.
Dakwah Kekhalifahan
Dalam Islam, kita memiliki prinsip memberi manfaat kepada orang.
Allah berfirman yang artinya, "Dan mereka mengutamakan (orang-orang
muhajirin), ataas diri mereka sendiri, meskipun mereka juga memerlukan"
(Q.S Al-Hasyr : 9)[9]
Allah memuji kaum Anshar dan orang-orang yang mengikuti jalan
mereka. Dalam sejarahnya meskipun kaum Anshar sangat membutuhkan pertolongan
juga namun mereka tetap memberikan kebaikan yang mereka miliki kepada orang
yaitu kaum Muhajirin.
Diantara kisah menakjubkan dalam sejarah Islam bahwa para sahabat
r.a. pernah berada dalam kondisi membutuhkan, dalam kondisi miskin dan dalam
kondisi membutuhkan daging. Lalu ada seorang dari kaum Anshar yang keluarganya
diberi kepala kambing oleh seseorang. Keluarganya memang membutuhkan kepala
kambing tersebut. Namun ketika kepala kambing tersebut hendak ia ambil,
tiba-tiba seseorang pengemis mengetuk pintu rumahnya. Lalu, sahabat Anshar itu
pun memberikan kepala kambing pemberian tadi kepada si pengemis. Si pengemis
membawa kepala kambing tersebut ke rumahnya. Sesampai di rumah, ada pengemis
lainnya datang mengetuk pintu rumahnya untuk meminta. Maka, kepala kambing itu diberikan
kepadanya. Alhasil kepala kambing tersebut beredar di antara mereka sampai
kembali kepada yang pertama. Demikianlah yang disebutkan oleh ahli sejarah.[10]
Dapat kita simpulkan jika setiap manusia adalah seorang khalifah
yang menjadikan dirinya seperti kaum Anshar itu, akan lebih baik para khalifah
mementingkan keutamaan orang lain terlebih dahul, orang lain yang atau
masyarakat yang membutuhkan pertolongan itu. Sebagai manusia haruslah
mengupayakan untuk selalu bersedekah, sekalipun kecil jumlahnya. Sebab, ia akan
mengjhapus kesalahan, menyenangkan hati, menghilangkan keresahan dan menambah
rezeki juga.[11]
E.
Tantangan Kekhalifahan
Salah satu
wujud kesuksesan seorang pemimpin adalah kemampuannya dalam menyelesaikan persoalan
yang dihadapi. Alquran telah memberikan solusi untuk menyelesaikan persoalan yang
dihadapi di antaranya adalah musyawarah. Di dalam Alquran musyawarah tidak hanya dilakukan untuk urusan
dalam skop yang besar seperti urusan kenegaraan, tetapi juga dilakukan untuk urusan
keluarga, masyarakat, dan lain-lain. Oleh karena itu, musyawarah tidak
selamanya harus ditafsirkan dengan demokrasi yang merujuk kepada urusan
ketatanegaraan, tetapi istilah musyawarah dapat digunakan untuk semua urusan
yang baik. Setiap manusia yang menjadi khalifah di muka bumi ini jika dalam
melakukan permusyawarahan haruslah memiliki sifat-sifat seperti, lembah lembut,
bersifat pemaaf, senantiasa memohon ampun kepada Allah dan apabila sudah
bertekad hendaknya bertawakkal kepada Allah. Adapun sifat-sifat yang harus dijauhi dalam
bermuyawarah menurut hadis nabi adalah penakut, kikir, dan ambisius. Karena semua
sifat-sifat ini bermuara kepada perasangka yang buruk terhadap
Allah.
Seiring dengan perkembangan zaman yang
semakin menguras tenaga dan pikiran dalam memaknai hidup yang dinamis. Membuat
manusia secara otomatis tertuntut untuk melakukan hal-hal yang dianggap perlu
dan penting untuk dilakukan. Permasalahan
yang terjadi di zaman sekarang ini sangat mengacu pada pola sosial ataupun
politik. Bagaimana seorang khalifah yang dapat membangun dakwah di kehidupan
masyarakat yaitu kata kuncinya dengan bermusyawarah dengan rakyat sehingga
permasalahan yang terjadi akan mengecil dan dapat membuat generasi selanjutnya lebih
baik lagi.
Penutup
A.
Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan yang telah dikemukakan, penulis ingin menarik kesimpulan sebagai jawaban
yang tegas tentang pemasalahn yang dikemukakan. Makna khalīfah dapat berarti wakil atau
pengganti. Khalīfah berkedudukan sebagai pemimpin dan penegak hukum-hukum Allah swt di bumi.
Khalīfah adalah seorang yang menjalankan kekuasaan dan pengelolaan wilayah tertentu
pada suatu komunitas. Makna khalīfah, selain dapat berarti
pemimpin politik dapat juga menunjuk kepada manusia pada umumnya
yang diindikasikan sebagai wakil Allah di bumi dalam menjalankan amanah dan menegakkan
hukum-hukum Allah secara kolektif. Adapun karakteristik khalīfah adalah orang yang
mendapat hikmah dan ilmu pengetahuan, manusia yang adil,
beriman dan memiliki kesehatan fisik yang baik.
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan,
dapat dipahami bahwa, meskipun Aquran tidak menunjuk secara tersirat kewajiban
untuk mendirikan daulah atau negara, Alquran mengisyaratkan pentingnya
mengangkat pemimpin bagi umat yang mampu menegakkan hukum-hukum Allah SWT di
bumi dan ditengah-tengah masayarakat, karena penegakan hukum-hukum baru dapat
berjalan secara efektif apabila didukung oleh kekuasaan. Dengan demikian, bagi umat Islam merupakan keharusan
berusaha untuk menciptakan politik yang Islami yang mampu
mengayomi semua pihak. Selain itu, kenyataan menunjukkan adanya ajaran-ajaran politik
dalam Alquran sehingga menepis adanya anggapan pemisahan antara Negara dan Islam.
B.
Saran
Penulis
berharap agar tulisan ini tidak berhenti sampai disini, kiranya bagi pembaca
dapat memberi kritik dan saran yang positif bagi kelanjutan tulisan ini. Saya
harap kita sebagai manusia jadilah khalifah yang mengerti akan ajaran Islam dan
mengayomi seluruh masyarakat di muka bumi ini.
Daftar Pustaka
Al-Bāqī, Muhammad Fu’ad ‘Abd. Mu’jam al-Mufahras li al-Fāz
al-Qur’ān. Indonesia: Maktabah Dakhlān, t.th.
Madjid, Nurcholish. 1999. Cita-Cita Politik Islam Era Reformasi.
Jakarta: Paramadina.
Al-Qarni, Aidh.2015. Kembali ke Islam. Jakarta: Gema Insani.
Al-Qarni, Aidh. 2004. Menjadi Manusia Paling Bahagia. Solo:
Pustaka Arafah.
Rachman, Budy Munawar, 2004. Ensiklopedia Nurcholis Madjid, Jilid 2,
Mizan
Rivai, Zaky Ahmad, 2014. Jangan Berdakwah! Nanti Masuk Surga.
Jakarta: Gema Insani.
Tim Penyusun Ensiklopedia Islam vol. 2
(Fas-Kal) (PT Icthiar baru Van Hole, Jakarta 2003)
Yayasan Penerjemah/penafsir Al – Qur’an (Percetakan Al – Qur‟an Khadi al Haramain asy
Syarifaian Raja Fahd Madinah – Proyek Kementerian Agama)
[4]Muḥammad Fu’ad ‘Abd al-Bāqī, Mu’jam al-Mufahras li al-Fāz al-Qur’an (Indonesia: Maktabah Dakhlan, t.th). h.
303-306.
[5]Yayasan Penerjemah/penafsir Al – Qur’an (Percetakan Al
– Qur’an Khadi al Haramain asy Syarifaian Raja Fahd Madinah) Hal. 121
[7]Ibid., h. 250.
[8]Ibid., h. 251-252
[9]Yayasan Penerjemah/penafsir Al – Qur’an (Percetakan Al
– Qur’an Khadi al Haramain asy Syarifaian Raja Fahd Madinah) Hal. 173
[10]Aidh Al-Qarni, Kembali ke Islam. (Jakarta: Gema Insani, 2015),
h. 240.
[11]Aidh Al-Qarni, Menjadi Manusia Paling Bahagia.(Solo: Pustaka
Arafah, 2004), h. 60.
Coin Casino | 100% up to £/€/€/$200 - Casinoworld
BalasHapusCoin Casino is an established online casino for 1xbet korean players from around the world. As a new player, you 카지노 will be able 인카지노 to enjoy a fantastic selection of casino games